Memulai wirausaha dan Kuliah, sebuah perjalanan

Gue hanya mengikuti kedua orang tua, mengekor dari belakang ide apa yang akan dibuat, ketika gue lulus SMA, gue hanya bingung apa yang harus dilakukan. Terlebih, banyak teman-teman yang melanjutkan ke jenjang kuliah, membuat gue sedikit iri, Yap waktu itu gue hanya kepikiran ide bisnis pecel lele, itu pun hasil ide ibu dan bapak gue. Selayaknya orang normal, gue gak terbiasa jualan dipinggir jalan, agak sedikit malu gue memulai hari itu. Terlebih gue memulai dari mendorong sebuah gerobak yang akan gue tempuh ke tempat jualan sekitar 2 km, dengan muatan yang menurut gue sangat besar, dan banyak sekali, disitu beban terasa berat. Gue dan bapak mendorong gerobak itu sampai ketujuan,

Setelah sampai disini gue dan bapak memasang tenda buat jualan, gue berfikir apa yang kita lakukan benar-benar kerja keras, ini bukan perkara mudah atau tidak, tapi siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut secara rutin? Bagi gue waktu itu sangat menimbang-nimbang, kalo usaha ini sepi, kerja keras gue sangat rugi, gue gak dapet apa-apa dari sini.

Yup sehari buka, jualan gue sangat sepi dan sepi, hanya ada 1 atau 2 orang yang beli, itu juga hal yang maklum, karena resep makanan, belum gue temukan. Jadi rasa makanan itu kurang nempel dilidah.

Disamping itu gue pengen banget kuliah, gue mendaftar kuliah, walaupun biaya masuk yang sangat besar, gue masih ingat atas dukungan orang tua gue, mereka menjual perhiasan untuk memenuhi kebutuhan biaya masuk, waktu itu gue belum merasakan hal iba atau kasihan, layaknya bocah yang hanya pikiranya gue bisa bersaing dengan orang lain agar berkuliah. Bukan hanya itu pernah suatu ketika biaya semester awal-awal kurang, bapak gue sampai gadein BPKB motor, yang menurut gue, kalo gak ada pemasukan murni yang seegaknya menutup biaya kuliah, maka gue bisa berhenti di tengah jalan

Balik lagi, dagang gue, usaha yang gue jalanin bersama orang tua gue akhirnya berpindah, bukan tutup, karena ditempat tersebut tidak ada perkembangan, gue beralih ke tempat dagang, awal, sebenarnya gue punya warung, nah warung ini yang cikal bakal membiayai kuliah gue. Warung gue terletak didalam kawasan pabrik, mengapa gue malah pengen ke tempat usaha lain dan mendorong gerobak mencapai 2 km, pikiran ortu gue dulu usaha pecel lele hanya mungkin dijalan raya, bukan dalem pabrik, yup menurut gue itu pemikiran yang umum dan sah-sah saja, tapi terkadang dilapangan nasib berbicara lain.

Gue beralih di warung gue, dalem kawasan pabrik, sebenernya resep sambel itu belum ditemukan, aslinya sama saja hanya 1 dan 2 orang yang beli diwarung gue, hingga bapak gue entah dia menemukan dari mana, ada resep sambel yang enak, dan itu kita pakai sampai sekarang, gue masih ingat waktu percobaan gagal dan mencoba lagi, kadang gue ketawa atas apa yang kita lakukan. Dan akhirnya kita sepakat menggunakan bahan-bahan yang Emang dirasa sudah enak.

Bapak gue orangnya sangat disiplin, dan bersih, gue kayaknya udah hatam diceramahi beliau, semua harus bersih, tertata rapih, pelan-pelan dan tidak grasa-grusuk, bapak gue adalah orang yang bisa dijadikan teladan kalo masalah disiplin.

Sebenarnya usaha pecel lele gue ini, terbilang ramai tidak juga, dibilang sepi juga tidak, jadi posisinya ditengah-tengah, ya lumayan buat nabung biaya SPP kuliah asal kebayar, bagi gue itu sudah cukup. Ada yg gue petik sewaktu gue sadar atas apa perjuangan gue dulu, bahwa kita harus sehemat mungkin, dan gunakan uang jika ada kebutuhan

Gue dulu orang yang penting bisa kebayar SPP, tiap hari dari dagang, gue hanya bisa menyisihkan 25 ribu rupiah dan uang jajan gue 10 ribu, gue menempuh perjalan kuliah itu 15 km memakai motor, pulang pergi berarti 30 km, dan yang bisa gue lakuin adalah konsisten, gue berfikir, gue harus benar-benar serius dalam berkuliah, gue jarang bergaul dengan orang-orang dan cenderung menghindar, entah kenapa gue merasa gak cocok dengan lingkungan yang terlalu orientasinya ke uang jadi gue menghindar. Walaupun sesekali gue berkumpul dengan sirkel gue tapi bisa dibilang jarang selama kuliah.

Kuliah dan berwirausaha senjatanya adalah konsistensi, gue bersyukur fisik dan jiwa gue waktu itu mendukung untuk upaya konsistensi keduanya, tiap hari gue menjalani rutinitas pagi kuliah, sore berdagang, hingga gue menyusun skripsi, rutinitas tersebut gue lakukan.

Sebenarnya banyak pahit dan manis apa yang terjadi selama gue menekuni wirausaha dan kuliah, gue kadang tertidur ketika dagang, gue kesiangan berangkat kuliah, terlalu terburu-buru dan lelah sangat lelah itu bisa dirasakan

Tetapi padatnya rutinitas tersebut ada yang gue sadari sampai sekarang, cara menejemen itu adalah hal penting, gue mungkin gak bisa membayar kuliah, jajan gue dan kebutuhan lainya jika gue tidak bisa mengatur keuangan, waktu, hal -hal yang harus gue dahulukan. Itu hal yang sampai saat ini masih terbawa, dan menurut gue itu mahal.

Kalian tahu, rutinitas ini sampai 4 tahun, dan berakhirnya kuliah gue jalanin, bayangkan kalian harus sekonsisten itu, baru kalian mendapat sesuatu. Gue lulus dengan nilai ya, yang cukup memuaskan, dan mungkin sekarang gue gak terlalu puas apa itu nilai, yang gue puas adalah apa yang dulu bisa gue pelajari waktu kuliah.

Semua harus punya rasa gigih, konsistensi, jiwa yang terbakar semangat mendapatkan hal yang mungkin terlalu ribet, banyak yang harus kita lakukan, tapi jika kita yakin, kita bisa mencapai hal tersebut maka kita pasti bisa. Let go, hidup akan selalu berjalan dan melangkah hingga kita tak sanggup lagi, hingga kita terbaring dengan nyaman.

Baca Juga: Jobstreet dan Likedin, dimana bedanya

Posting Komentar

0 Komentar